Kamis, 11 November 2010

Tugas Perilaku konsumen

Kata Pengantar
Segala puji hanya milik Allah. Sholawat dan salam kepada Rasulullah. Berkat limpahan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini.

Dalam makalah ini kami akan membahas masalah Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua orang yang membacanya. Dan tentunya makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Untuk itu kepada dosen pembimbing kami minta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang.



















Pembahasan

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Tujuan dari pemasaran adalah untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan secara lebih baik dari pada pesaing. Perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu, kelompok, organisasi dalam menyeleksi, membeli, menggunakan, dan mendisposisikan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.
Studi konsumen memberikan petunjuk untuk memperbaiki dan memperkenalkan produk atau jasa, menetapkan harga, perencanaan saluran, menyusun pesan, dan mengembangkan kegiatan pemasaran lain termasuk dalam mengetahui perilaku konsumen.
Pemasar harus sepenuhnya memahami teori maupun realitas perilaku konsumen, mencakup beberapa fakta penting tentang konsumen dan tren konsumen masa depan, seperti PT. Toyota-Astra Motor dengan mulai menganalisa pasar dengan perencanaan tren mobil keluarga ideal terbaik Indonesia.
Perilaku pembelian konsumen sebenarnya di pengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh dan paling luas dan paling dalam adalah faktor budaya.
1. Faktor Budaya
Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku pembentuk paling dasar. Anak-anak yang sedang tumbuh mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya.
Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya mencakup kebangsaan, suku, agama, ras, kelompok bagi para anggotanya. Ketika sub-budaya menjadi besar dan cukup makmur, perusahaan akan sering merancang program pemasaran yang cermat disana.

2. Faktor Sosial
Selain faktor budaya, perilaku konsumen di pengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, peran, dan status sosial. Kelompok acuan terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut.

Keluarga meruapkan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh.
Peran dan status sosial seseorang menunjukkan kedudukan orang itu setiap kelompok sosial yang ia tempati. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status.

Contoh, seorang yang memiliki peran sebagai manajer dan status yang lebih tinggi dari pegawai kantor, dimana ia juga memiliki banyak keluarga dan anak, tentu ia akan tertarik dengan produk mobil dari Toyota, karena ada kesesuaian antara kebutuhan dan keunggulan Toyota sebagai mobil keluarga ideal terbaik Indonesia, ia bahkan juga bisa membeli pakaian mahal dan juga keluarganya, membeli rumah besar untuk keluarganya dan lain-lain.

3. Faktor Pribadi
Keputusan membeli juga di pengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, juga nilai dan gaya hidup pembeli.

4. Psikologi
Titik awal untuk memahami perilaku konsumen adalah adanya rangsangan pemasaran luar seperti ekonomi, teknologi, politik, budaya. Satu perangkat psikologi berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan pembelian. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran konsumen antara datangnya rangsangan pemasaran luar dengan keputusan pembelian akhir. Empat proses psikologis (motivasi, persepsi, ingatan dan pembelajaran) secara fundamental, mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap rangsangan pemasaran.





















Daftar Pustaka
Kolter, Philip, Keller, Kevin Lane. 2006. Marketing Management: Twelfth Edition. New Jersey: Pearson Education, inc.

Tugas Perilaku konsumen

MAKALAH : PERILAKU KONSUMEN

I. Kata Pengantar
Pemahaman terhadap perilaku konsumen dalam melakukan pembelian merupakan salah satu tugas penting manager pemasaran. Hal ini disebabkan karena dengan diketahuinya perilaku konsumen dalam pasar, maka perusahaan dapat menentukan kebutuhan dan keinginan pasar serta dapat memberikan kepuasan dengan lebih efektif dan efisien (Kotler, 1994:18). Penyusunan program pemasaran seperti ini sesuai dengan salah satu falsafah pemasaran yaitu konsep pemasaran (Pawitra, 1993:4).
Konsep pemasaran menggunakan perspektif dari luar ke dalam. Artinya bahwa, konsep ini dimulai dengan pemasaran yang terdefinisikan dengan baik, memfokuskan pada kebutuhan pelanggan, pengkoordinasian semua kegiatan yang akan mempengaruhi pelanggan, dan menghasilkan keuntungan melalui penciptaan kepuasan konsumen. Jadi konsep pemasaran berpijak pada empat pilar utama yaitu fokus pada pasar, orientasi pelanggan, pemasaran yang terkoordinasi, dan kepuasan.

Berpijak pada konsep pemasaran di atas, maka pengetahuan tentang kebutuhan dan keinginan konsumen atas pasar sasaran perlu mendapat perhatian dari para manager pemasaran. Hal ini disebabkan karena kebutuhan adalah suatu keadaan dimana terdapat perasaan kekurangan akan kepuasan tertentu, sedangkan keinginan adalah dorongan-dorongan akan pemuasan tertentu dari kebutuhan yang lebih dalam (Kotler, 1994:7). Untuk mengetahui mengapa konsumen memilih produk, merek, penjual, waktu pembelian, dan jumlah pembelian tertentu, maka diperlukan studi tentang sikap konsumen.
Model perilaku pembelian menunjukkan bahwa sikap pembelian konsumen muncul sebagai respon terhadap rangsangan yang diterima. Rangsangan itu berasal dari luar dirinya yaitu rangsangan pemasaran dan rangsangan lingkungan. Rangsangan pemasaran meliputi atribut-atribut produk yang diturunkan oleh pemasar kepada konsumen yang biasanya dikelompokkan ke dalam bauran pemasaran (produk, harga, tempat dan promosi), sedangkan rangsangan lingkungan meliputi : lingkungan ekonomi, teknologi, politik dan sosial-budaya.

II. Pembahasan
A. TIGA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN KONSUMEN
1. Konsumen Individu
Pilihan merek dipengaruhi oleh kebutuhan konsumen, persepsi atas karakteristik merek, dan sikap ke arah pilihan. Sebagai tambahan, pilihan merek dipengaruhi oleh demografi konsumen, gaya hidup, dan karakteristik personalia.
2. Pengaruh Lingkungan
Lingkungan pembelian konsumen ditunjukkan oleh budaya (norma kemasyarakatan, pengaruh kedaerahan atau kesukuan), kelas sosial (keluasan grup sosial ekonomi atas harta milik konsumen), grup tata muka (teman, anggota keluarga, dan grup referensi) dan faktor menentukan yang situasional (situasi dimana produk dibeli seperti keluarga yang menggunakan mobil dan kalangan usaha).
3. Marketing strategy
Merupakan variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi konsumen. Variabel-variabelnya adalah barang, harga, periklanan dan distribusi yang mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan. Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk evaluasi kesempatan utama pemasaran dalam pengembangan pemasaran. Kebutuhan ini digambarkan dengan garis panah dua arah antara strategi pemasaran dan keputusan konsumen dalam gambar 1.1 penelitian pemasaran memberikan informasi kepada organisasi pemasaran mengenai kebutuhan konsumen, persepsi tentang karakteristik merek, dan sikap terhadap pilihan merek. Strategi pemasaran kemudian dikembangkan dan diarahkan kepada konsumen.
Ketika konsumen telah mengambil keputusan kemudian evaluasi pembelian masa lalu, digambarkan sebagai umpan balik kepada konsumen individu. Selama evaluasi, konsumen akan belajar dari pengalaman dan pola pengumpulan informasi mungkin berubah, evaluasi merek, dan pemilihan merek. Pengalamn konsumsi secara langsung akan berpengaruh apakah konsumen akan membeli merek yang sama lagi.
Panah umpan balik mengarah kembali kepada organisasi pemasaran. Pemasar akan mengiikuti rensponsi konsumen dalam bentuk saham pasar dan data penjualan. Tetapi informasi ini tidak menceritakan kepada pemasar tentang mengapa konsumen membeli atau informasi tentang kekuatan dan kelemahan dari merek pemasar secara relatif terhadap saingan. Karena itu penelitian pemasaran diperlukan pada tahap ini untuk menentukan reaksi konsumen terhadap merek dan kecenderungan pembelian di masa yang akan datang. Informasi ini mengarahkan pada manajemen untuk merumuskan kembali strategi pemasaran kearah pemenuhan kebutuhan konsumen yang lebih baik.

B. EMPAT TIPE PROSES PEMBELIAN KONSUMEN :
1. Proses “ Complex Decision Making “, terjadi bila keterlibatan kepentingan tinggi pada pengambilan keputusan yang terjadi. Contoh pengambilan untuk membeli sistem fotografi elektronik seperti Mavica atau keputusan untuk membeli mobil. Dalam kasus seperti ini, konsumen secara aktif mencari informasi untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan pilihan beberapa merek dengan menetapkan kriteria tertentu seperti kemudahan dibawa dan resolusi untuk sistem kamera elektronik, dan untuk mobil adalah hemat, daya tahan tinggi, dan peralatan. Subjek pengambilan keputusan yang komplek adalah sangat penting. Konsep perilaku kunci seperti persepsi, sikap, dan pencarian informasi yang relevan untuk pengembangan stratergi pemasaran.
2. Proses “ Brand Loyalty “. Ketika pilihan berulang, konsumen belajar dari pengalaman masa lalu dan membeli merek yang memberikan kepuasan dengan sedikit atau tidak ada proses pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Contoh pembelian sepatu karet basket merek Nike atau sereal Kellogg,s Nutrific. Dalam setiap kasus disini pembelian adalah penting untuk konsumen, sepatu basket karena keterlibatan kepentingan dalam olah raga, makanan sereal untuk orang dewasa karena kebutuhan nutrisi. Loyalitas merek muncul dari kepuasan pembelian yang lalu. Sehingga, pencarian informasi dan evaluasi merek terbatas atau tidak penting keberadaannya dalam konsumen memutuskan membeli merek yang sama.
Dua tipe yang lain dari proses pembelian konsumen dimana konsumen tidak terlibat atau keterlibatan kepentingan yang rendah dengan barangnya adalah tipe pengambilan keputusan terbatas dan proses inertia.
3. Proses “ Limited Decision Making “. Konsumen kadang-kadang mengambil keputusan walaupun mereka tidak memiliki keterlibatan kepentingan yang tinggi, mereka hanya memiliki sedikit pengalaman masa lalu dari produk tersebut. Konsumen membeli barang mencoba-coba untuk membandingkan terhadap makanan snack yang biasanya dikonsumsi. Pencarian informasi dan evaluasi terhadap pilihan merek lebih terbatas dibanding pada proses pengambilan keputusan yang komplek. Pengambilan keputusan terbatas juga terjadi ketika konsumen mencari variasi. Kepitusan itu tidak direncanakan, biasanya dilakukan seketika berada dalam toko. Keterlibatan kepentingan yang rendah, konsumen cenderung akan berganti merek apabila sudah bosan mencari variasi lain sebagai perilaku pencari variasi akan melakukan apabila resikonya minimal.
Catatan proses pengambilan keputusan adalah lebih kepada kekhasan konsumen daripada kekhasan barang. Karena itu tingkat keterlibatan kepentingan dan pengambilan keputusan tergantung lebih kepada sikap konsumen terhadap produk daripada karakteristik produk itu sendiri. Seorang konsumen mungkin terlibat kepentingan memilih produk makanan sereal dewasa karena nilai nutrisinya, konsumen lain mungkin lebih menekankan kepada kecantikan dan menggeser merek dalam mencari variasi.
4. Proses “ Inertia “. Tingkat kepentingan dengan barang adalah rendah dan tidak ada pengambilan keputusan. Inertia berarti konsumen membeli merek yang sama bukan karena loyal kepada merek tersebut, tetapi karena tidak ada waktu yang cukup dan ada hambatan untuk mencari alternatif, proses pencarian informasi pasif terhadap evaluasi dan pemilihan merek. Robertson berpendapat bahwa dibawah kondisi keterlibatan kepentingan yang rendah “ kesetiaan merek hanya menggambarkan convenience yang melekat dalam perilaku yang berulang daripada perjanjian untuk membeli merek tersebut” contoh pembelian sayur dan kertas tisu.
Pengambilan keputusan konsumen menghubungkan konsep perilaku dan strategi pemasaran melalui penjabaran hakekat pengambilan keputusan konsumen. Kriteria apa yang digunakan oleh konsumen dalam memilih merek akan memberikan petunjuk dalam manajemen pengembangan strategi.
Pengambilan keputusan konsumen adalah bukan proses yang seragam. Ada perbedaan antara
(1) pengambilan keputusan dan
(2) keputusan dengan keterlibatan kepentingan yang tinggi dan keputusan dengan keter-libatan kepentingan yang rendah.

DAFTAR PUSTAKA
Wahana, Jaka dan Kirbrandoko, 1995, Pengantar Mikro Ekonomi Jilid I, Terjemahan Cetakan pertama, Binarupa Aksara, Jakarta
http://www.endz4shared.co.cc/2010/03/1.html

Rabu, 10 November 2010

Tugas Review Jurnal 1

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN
REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO
PADA REMAJA DI SMK NEGERI 4 YOGYAKARTA


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih amat kurang sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini amat jelas yaitu dengan adanya berbagai ketidaktahuan yang ada di masyarakat tentang seksualitas yang seharusnya dipahaminya. Hal ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang justru amat merugikan kelompok remaja dan keluarganya Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan didapatkan data bahwa dari kelas 1,2 dan kelas 3 SMK Negeri 4 Yogyakarta memiliki remaja akhir (usia 15-20 tahun) 674 siswa, tergolong berperilaku baik akan tetapi ada beberapa remaja yang perilaku seksualnya dapat dikatakan buruk. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu status ekonomi yang rendah, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang kurang, pengaruh penyebaran rangsangan seksual (pornografi) melalui media massa seperti VCD, telpon genggam, internet dan lingkungan pergaulan yang buruk sehingga karakter remaja dibentuk oleh lingkungan sekitar.

II. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan sample
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek peneliti (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa sebanyak 1.510 di SMK Negeri 4 Yogyakarta. Dari jumlah populasi tersebut diperoleh sample sebanyak 257 siswa, dengan kriteria inklusi remaja yang berusia 14 – 24 tahun dan tercatat aktif sebagai siswa di SMK Negeri 4 Yogyakarta.
2. Sampel
Pengambilan sample dengan berstrata, proporsional dan acak (stratified proportional random sampling dari kelas 1 sebanyak 95 siswa, kelas 2 sebanyak 82 siswa dan kelas 3 sebanyak 80 siswa.

III. HASIL PENELITIAN
A. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja
1. Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi
Dari analisis data untuk tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi didapatkan skor minimum 5 dan skor maksimumnya 34. Dengan batasan tersebut maka hasil pengukuran tingkat pengetahuan meliputi pengetahuan baik adalah yang terbesar yaitu sebanyak 134 responden (52 %), pengetahuan kurang adalah yang terkecil yaitu sebanyak 23 responden (9 %) dan pengetahuan cukup sejumlah 35 responden (39 %).
2. Perilaku Seksual
Distribusi perilaku seksual ditentukan oleh jumlah skor dari setiap item pertanyaan yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan batasan tersebut maka hasil pengukuran perilaku seksual remaja di SMK Negeri 4 Yogyakarta adalah sebagian besar remajanya berperilaku seksual baik yaitu sebanyak 164 responden (64 %), yang berperilaku kurang baik sebanyak 67 responden (26 %), dan yang berperilaku cukup baik sebanyak 26 responden (10 %).

B. Hasil Analisis Regresi Sederhana Pengetahuan Kesehatan
Reproduksi Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja
Berdasarkan pengujian regresi sederhana pada tabel 10, menunjukkan hasil bahwa nilai thitung > ttabel (2,699 > 2,000) sehingga Ho ditolak atau Ha diterima. Jadi ada pengaruh antara faktor pengetahuan tentang kesehatan reproduksi terhadap perilaku seksual. Nilai R square (R2 ) sebesar 0,076, hal ini berarti bahwa 7,6 % dari perilaku seksual remaja bisa dijelaskan oleh variabel pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, sedangkan 92,4 % sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Hasil pengujian tersebut jug didukung dengan nilai probabilitas (Sig.) = 0,008 lebih kecil daripada tingkat signifikansi yang telah ditentukan, yaitu  = 0,05. Nilai probabilitas (Sig.) = 0,008 berarti Ha diterima atau ada pengaruh antara faktor pengetahuan tentang kesehatan reproduksi terhadap perilaku seksual remaja.

IV. KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan remaja akhir (usia 15 – 20 tahun) di SMK Negeri 4 Yogyakarta rata-rata mempunyai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang baik. Faktor pengetahuan tentang kesehatan reproduksi memberikan pengaruh terhadap perilaku seksual remaja di SMK Negeri 4 Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. dan Asrori, M. (2004) Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT Bumi Aksara
Arikunto, S. (2005) Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Arikunto, S. (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
Azwar, S. (2004) Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Bawono, Anton (2006) Multivariate Analysis dengan SPSS. Jawa Tengah : STAIN Salatiga Press
Dariyo, A. (2004) Psikologi Perkembangan Remaja. Bandung : Ghalia Indonesia
Dianawati, A. (2004) Psikologi Seks untuk Remaja. Jakarta : Kawan Pustaka
Effendy, N. (1998) Dasar-dasar Keperawatan Masyarakat. Jakarta : EGC
Evelyn, C. (2002) Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia
Handajani, Y. S. (2001) Kehidupan Seksual Remaja Di Daerah Kumuh Perkotaan Jakarta. Majalah Kesehatan Perkotaan No. 2 : 33-44
Muliani (2002) Pengaruh Penyuluhan terhadap Peningkatan Pengetahuan Remaja tentang Seks Bebas. Skripsi tidak dipiblikasikan, Fakultas Kedokteran, UGM : Yogykarta
Niken (2005) Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Pornografi pada
Siswa-siswi di SMK Negeri 9 Surakarta. Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta : UGM

Tugas Review Jurnal 2

HUBUNGAN FAKRTOR DENGAN PERILAKU REMAJA DALAM HAL KESEHATAN REPRODUKSI DI SLTPN MEDAN
TAHUN 2002

ABSTRAK

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi fungsi serta prosesnya. Melhat kompleksnya permasalahan kesehatan reproduksi serta dampaknya dalam menentukan kualitas hidup remaja sehingga mendorong penulis untuk mengetahui sejauh mana perilaku remaja dalam hal kesehatan reproduksinya.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang hubungan faktor eksternal remaja dengan perilaku remaja dalam kesehatan reproduksi. Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan antara pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, komunikasi orang tua-anak, media komunikasi massa dengan perilaku remaja dalam hal reproduksi.
Hipotesis penelitian ini adalah adanya hubungan anatara pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu, komunikasi orang tua anak, media komunikasi massa dengan perilaku remaja dalam hal kesehatan reproduksi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 28% remaja berperilaku resiko dalam hal kesehatan reproduksi dan 72% yang tidak beresiko.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Remaja sebagai bagian dari generasi muda merupakan aset nasional yang sangat penting dalam mempersiapkan kelangsungan program selanjutnya baik sebagai sasaran pembangunan atau sebagai pelaku pembangunan itu sendiri. Masalah perilau reproduksi di kalangan remaja tidak saja senagai akibat dari biologis semata tetapi juga berkenaan dengan faktor lingkungan serta kurangnya pembekalan informasi mengenai reproduksi sehat secara utuh dan menyeluruh yang disebabkan oleh beberapa kendala seperti sulit berkomunikasi dengan orang lain dan tidak tahu kemana dan dimana bisa mencari informasi tentang reproduksi. Dan pola kehidupan remaja tidak terlepas dari dampak globalisasi antara lain pergaulan bebas, longgarnya norma sosial, serta arus informasi yang semakin menigkat.
Berdasarkan keadaan ini maka dirasakan perlu untuk melakukan penelitian terhadap remaja khususnya untuk mengetahui hubungan faktor internal dan eksternal remaja dengan perilaku remaja dalam hal kesehatan reproduksi.

Rumusan masalah
Rumusan masalahnya adalahnya belum diketahuinya hubungan faktor eksternal dengan perilaku remaja yang beresiko dalam hal kesehatan reproduksi.




Tujuan penelitian
Diketahinya gambaran perilaku remaja dalam hal kesehatan reproduksi dan faktor eksternal remaja yang berhubungan dengan perilaku remaja dalam hal kesehatan reproduksi.

Hasil penelitian dan Pembahasan
1. Perilaku Remaja Dalam Hal Kesehatan Reproduksi
Secara presentase gambaran kondisi remaja di SLTP menunjukan bahwa 28% berperilaku kesehatan reproduksi yang beresiko. Keadaan ini disebabkan oleh karena informasi tentang perilaku kesehatan reproduksi terutama seks lebih mudah diperoleh karena aksesnya banyak antara lain melalui media cetak dan elektronik, serta lingkungan sekitarnya di mana banyak remaja yang menyaksikan perilaku berpacaran didepan umum.
Keadan ini dapat dicegah melalui pendidikan kesehatan reproduksi yang terprogram ke institusi sekolah melalui kegiatan ekstrakurikuler untuk menyelenggarakan pelatihan dan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi serta pemberian buku bacaan yang mendidik tentang kesehatan reproduksi pada institusi sekolah tersebut.

2. Pendidikan Ayah
Ayah yang berpendidikan rendah (34.8%) proporsinya lebih banyak dari ayah yang berpendidikan tinggi (26.2%) untuk mempunya remaja berperilaku kesehatan reproduksi yang beresiko. Berdasarkan hasil di atas di anjurkan kepada ayah yang berpendidikan rendah agar dapat memberikan model yang baik tentang perilaku kepada remajanya.

3. Pendidikan Ibu
Perilaku kesehatan reproduksi remaja yang beresiko ini terjadi lebih banyak pada ibu yang berpendidikan rendah (34.5%) dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi (25.6%). Keadaan ini disebabkan antara lain ibu yang berpendidikan rendah kurang memahami tentang masalah perilaku kesehatan reproduksi yang beresiko.

4. Pekerjaan Ayah
Berdasarkan hasil uji silang diketahui bahwa ada perbedaan proporsi mengenai pekerjaan dimana proporsi ayah yang bekerja non-formal (38.9%) lebih banyak dibandingkan ayah yang bekerja formal (22.5%). Hal ini dapat diartikan bahwa dengan ayah yang bekerja formal di sektor formal mempunyai pendapatan yang relatif stabil sehingga kebutuhan pokok keluarga terpenuhi.

5. Pekerjaan Ibu
Didapatkan jumlah yang hampir sama antara ibu yang tidak bekerja (28.4%) dengan ibu bekerja (27.5%) dapat membuat remaja berperilaku kesehatan reproduksi yang beresiko. Hal ini menunjukan bahwa ibu-ibu yang tidak bekerja dan tidak bekerja mempunyai proporsi yang sama untuk mempunyai remaja yang berperilaku kesehatan reproduksi yang beresiko.

6. Komunikasi Orang Tua
Proporsi remaja yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang tua (33.8%) lebih banyak dibandingkan dengan yang pernah berkomunikasi dengan orang tua (19%). Keadaan ini dikaitkan dengan keberadaan orang tua dirumah sehingga tidak ada kesempatan dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik tentang kesehatan reproduksi kepada remajanya.

7. Media Komunkasi Massa
Media cetak (19.5%) mempuyai proporsi lebih sedikit dibandingkan dengan media elektronik (33.3%) dalam meningkatkan perolaku kesehatan reproduksi yang beresiko. Keadan ini disebabkan oleh tersedianya sarana media massa dan mudahnya responden mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi yang beresiko tanpa batas.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dari hasil penelitian SLTP di medan dapat diketahui bahwa remaja yang berperilaku tidak beresiko dalam hal kesehaatan reproduksinya lebih banyak dibandingkan dengan yang berperilaku beresiko.

2. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, komunikasi orang tua-anak, media komunikasi massa dengan perilaku remaja dalam hal reproduksi.


DAFTAR PUSTAKA

Amri, Z., 1999. Kurikulum Pendidikan Kesehatan dan Kesehatan Reproduksi Remaja, IDI, Jakarta.

Marliah, 2000. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja diantara Siswa SMU di Kota Madya Bandung. Tesis, FKUI, Depok.

Salam, E. S. A., 1995. Aktivitas Seksual Remaja dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, dalam Laporan Penelitian Fakultas Ushuludin IAIN Raden Fatah, Curup.

Tugas Review Jurnal 3

MOTIVASI BELAJAR DAN SUMBER-SUMBER INFORMASI TENTANG
KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI
SMUN 2 BANGUNTAPAN BANTUL



PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Saat ini jumlah remaja di Indonesia yaitu mereka yang berusia 10-19 tahun adalah sekitar 30 % dari jumlah penduduk atau kurang lebih 65 juta jiwa. Pada masa remaja mengalami perubahan baik secara fisik maupun secara psikologis. Perubahan secara fisik yang terjadi diantaranya timbul proses perkembangan dan pematangan organ reproduksi. Seiring dengan proses perkembangan organ reproduksi pada remaja timbul juga perubahan secara psikologis. Sehingga mengakibatkan perubahan sikap dan tingkah laku, seperti mulai memperhatikan penampilan diri, mulai tertarik dengan lawan jenis, berusaha menarik perhatian dan muncul perasaan cinta, yang kemudian akan timbul dorongan seksual. Masalah penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara motivasi belajar dan sumber-sumber informasi tentang kesehatan
reproduksi dengan perilaku seksual remaja ?”

Tujuan Penelitian
Diketahuinya hubungan motivasi belajar tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja, hubungan sumber-sumber informasi kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja dan hubungan antara motivasi belajar dan sumber-sumber informasi tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja.



METODE PENELITIAN
Populasi yang di ambil adalah siswa siswi yang berumur antara 15 – 18 tahun yang berjumlah 320 orang. Dari jumlah populasi tersebut, melalui nomogram Harry King dengan tingkat kepercayaan 95 % dan tingkat kesalahan 5 %, maka sampel yang diperoleh sebesar 128 siswa.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Motivasi belajar responden tentang kesehatan reproduksi sebagian besar tinggi yaitu sebanyak 126 responden (98,4%) dari 128 responden, artinya responden memiliki motivasi atau dorongan untuk mempelajari kesehatan reproduksi lebih mendalam.
Sumber-sumber Informasi tentang Kesehatan Reproduksi yang diperoleh responden termasuk banyak yaitu 70 responden (54,7%) dari 128 responden. Hal ini menunjukkan bahwa responden membutuhkan informasi kesehatan reproduksi dari berbagai sumber. Sedangkan sumber informasi yang diperoleh sebagian besar melalui televisi yaitu sebanyak 116 responden (90,6%) dari 128 responden. Artinya media televisi mempunyai pengaruh yang besar dalam menyampaikan informasi kesehatan reproduksi.
Perilaku seksual responden sebagian besar rendah yaitu sebanyak 122 responden (95,3%) dari 128 responden. Artinya perilaku seksual responden termasuk baik, dimana dorongan seksual mengalami kematangan pada usia remaja. Sedangkan perilaku seksual yang pernah dilakukan responden sebagian besar adalah berpegangan tangan yaitu sebanyak 98 responden (77%). Artinya perilaku seksual yang dilakukan responden masih dalam batas yang wajar.
Melihat hasil pembahasan diatas maka hipotesis dalam penelitian ini yang berbunyi “ ada hubungan antara motivasi belajar dan sumber-sumber informasi tentang kesehatan reproduksi dan perilaku seksual remaja” terbukti, semakin tinggi motivasi belajar tentang kesehatan reproduksi dan semakin banyak sumber-sumber informasi kesehatan reproduksi yang diperoleh semakin baik perilaku seksual remaja.

KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan terhadap penelitian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Ada hubungan antara motivasi belajar tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja, Ada hubungan antara sumber-sumber informasi kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja, dan Ada hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dan sumber-sumber informasi tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja.

DAFTAR PUSTAKA
Gusti Ayu, T., 2005. Hubungan Sumber-sumber Informasi dengan Tingkat Pengetahuan Siswa tentang Kesehatan Reproduksi Remaja. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Yogyakarta : UGM
Imran, I., 2000. Modul 2 Perkembangan Seksualitas Remaja . Jakarta : PKBI, IPPF, BKKBN, UNFPA
Luthfie, E.R., 2001. Fenomena Perilaku Seksual Pada Remaja. http://www.BKKBN.go.id
Notoatmodjo, S., 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Sardiman, 2000. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali Pers

cancer

turn away ,
if you could get me a drink ,
of water cause my lips are ,
chapped n fadded,
call my aunt marie,
help her gether all my think . .

And bury me ,
in all my favorite colours ,
my sister . and my brothers ,
still i will not kiss you ,
cause the hardest part of this ,
is leaving you . .

Now turn away,
cause i'm awful just to see,
cause all my hair's abandoned all my body,

all my agony ,
know that i will never marry ,
baby i'm just soggy from the charmo ,
by counting down the days to go ,
and i just hope you know . . .


_ god bless u all my friends _
cancer done kill you're all .

My Chemical Romance